Sabtu, 24 Desember 2016

5 years

5 years. It was enough time to mending broken heart. Glued every piece into a mismatch soul.
Suddenly he was there and smiled at me. Shook all of my hard work. Just shook it, not unnecessary crumbled it into dust.
I wish.
`
“I am sorry. I was wrong.”
Wrong? Which one did he wrong? For broken me up, not get in touch with me for years or suddenly appeared without announcement?
“Okay.” I grabbed my bag, ready to leave. But he placed his hand on top of mine. Stopped me from went anywhere.
“I need to tell you something. Please, listen to me.” He was begging to me. In ten years I knew him—include 5 years after our breakup, I never hear him begging, not even once. It was my place to plead and forgive.
“Go on.” I drew my hand from him and focused my eyes on it.
“Taken you for granted, breaking you up and stop talking to you was wrong. But my biggest mistake is made us believe that moving forward was the answer and promise you that everything gonna be better. For all I’ve done, I am sorry.”
“I have forgiven you for a long time ago.”
“For how long?” he looked surprised.
“From the moment you said your goodbye.” Yeah, it’s been too long. Too long until it didn’t hurt anymore. Meeting with him didn’t inflict any pain. But filling my heart with hopes. Like a gentle breeze whisper a promise of rain to the tree.
“I am sorry that I hurt you.”
“You don’t hurt me that bad. Taken for granted, false hopes, misdirection signal, unrequited affection, I am familiar with all of that.” The thing is I was far too understanding.
“I made you cry. At least I am that bad.” And he looked like he means it.
Taken a trip back to memory lane was never done any good at my head. “Please stop bring back bad memories. It gave a bitter taste in my mouth.”
“Sorry.”
“And stop apologizing. I’ve forgiven you.” He needed to stop. Heard a recurrence sorry reduced the meaning of an apology.
“Will you met me again in the future?”
“I don’t know.” Ten minutes of this reunion couldn’t help me made a decision.
“Where would you be tomorrow? At 5 p.m.”
“Running around my complex.”
“Okay then. See you around.” He smirked. Like he was planning something behind my back and I falling innocently on his traps.
`
Since then, he always everywhere. Gave me juice after I ran, bought me a cup of ice cream after lunch, met me in the bookstore, accompanied me in the garage, assisted my weekly shopping.  Until one afternoon I blurted my question. “What do you want from me?”
He released a relieved sigh like my question unburdens his shoulder from thousand mountains. Like he waited for this question years before. “Whatever you’re still willing to give.”
“I don’t know if I have anything to give you.” Oh damn, a realization struck me like a cold water. He just needs to ask, and I’ll give everything he wants. Suddenly a shiver runs through my spine. Instinctively I hug myself.
A worried look flashing on his face. “You don’t need to give me anything for now. I know you’re scared.”
I hate it when he was right. Even though I have forgiven him, I never open my heart to anyone. I was scared to let my hopes up and crashing down in a second.
He draped his jacket around my body. Trying to stop me from shivering. “But it would be nice to see your smile again.”

He gives me a heart warming smiles and I couldn’t help to reciprocate. All he needs is ask.

Minggu, 12 Juni 2016

My Rock and Roll Lecturers

I thought, I should stop talking about love. Because love isn’t fun when the other side doesn’t feel the same. There’s nothing romantic about one sided love. And after all these years, just now I realized that fact. So good bye an unrequited feeling  ~. I’ve had enough of you. So I’ll talk about my nearly end college life.

This semester, I met three rock and roll lecturers. Namely Mr. Irwan, Mr. Baros and Mr. Yogi. I wonder, did my department purposely hid them to surprised us in 6th semester. They are the true lecturer. They gave us something that couldn’t found anywhere else. Knowledge, motivation, paradigm and wisdom.


In the next post, I’ll try to rewrite what they told me

Jumat, 03 Juni 2016

Party at my place. You’re not invited.

Semalem Ai, Mba Dilla dan Mba Nur ngumpul ditempat Ai. Judulnya sih party, tapi sebenernya nggak semewah itu. Cuma ice cream home made dan sebotol soda yang ngebikin party ini lebih meyakinkan. Tapi siapa yang tahu, kalau acara kongkow kita berubah jadi adegan brutal cewek cewek yang bertengkar.

Pertamanya sih kita foto-foto biasa, mamam ice cream, minum soda, mamam camilan de el el. Nah tiba-tiba Ai nyeletuk kalo Mba Dilla lagi di deketin mas mas. Waaah, langsung panas nih. Karena Mba Dilla nggak mau cerita, hapenya Mba Dilla langsung Ai samber. Ini nih permulaan pertarungan panas diantara kita.

Mba Dilla yang takut rahasia kebongkar ngerebut hape dia dari Ai. Oh my god, sumpah, Ai takut banget. Secara Mba Dilla bodi nya lebih keren dibandingkan Ai yang kurus kerempeng ini. Taman pikir-pikir lagi langsung deh hapenya Ai kasih ke Mba Nur. Terus Mba Nur rebutan sama Mba Dilla. Sampai teriak-teriak gitu. Duuuh, Ai jadi malu sama tetangga sebelah.

Diantara adegan rebutan itu, Ai coba bantuin Mba Nur. Eh, malah ditendang ama Mba Dilla. Ya Allah, ampunilah Mba Dilla Ya Allah. Karena Ai yakin kalau Ai ikutan rebutan bakal ngga ada efeknya, akhirnya Ai lebih memilih menyelamatkan barang-barang lain disekitar mereka seperti gelas yang berisi soda, ice cream yang masih sisa, wafer-wafer tak berdosa.

Sumprit, Ai yakin wajah Mba Dilla pas itu ngeri banget. Orang kalo dia diem nggak ngapa-ngapain wajahnya jutek banget, apalagi kalo lagi marah. Ya Allah, Ai kasihan sama Mba Nur yang jadi bulan-bulanannya Mba Dilla.

Sesudah mereka tarik-tarikan selama 15 menit, sepertinya Mba Nur mulai menyerah. Ai akhirnya keluar kamar dan ngambil hapenya dari Mba Nur. Secepat kilat. Biar Mba Dilla ngga bisa ngikutin. Setelah hape ada di tangan Ai, Ai kunci kamarnya. Alhamdulillah, ada waktu beberapa detik buat bernapas.

Habis Ai melarikan diri, Ai bantu Mba Nur juga buat keluar kamar. Terus kita kunci lagi tuh kamarnya. Ini kesempatan emas untuk kita buat buka buka watsap nya Mba Dilla. Hohoho. Ada chat dari mas X, mas Y dan mas Z. Kita buka tuh satu satu. Tapi jujur Ai ngerasa nggak enak, soalnya ini kan ngelanggar privasinya Mba Dilla. Dan di dalem, tampangnya Mba Dilla angker banget. Jadi makin ciut lah hati Ai.

Tiba-tiba Mba Dilla gedor-gedor pintu. Oh meeen. Bisa-bisa pintu kosan Ai jebol nih. Padahal bentar lagi Ai pindah kosan. Kan ngga enak sama Ibu Kos. Ai dan Mba Nur memutuskan untuk membuka pintu, karena Mba Dilla makin nggak terkontrol. Nanti kalau Mba Dilla ngamuk beneran bisa hancur kamar Ai.

Kita balikin tuh hapenya Mba Dilla. Tapi Ai sama Mba Nur ga berani deket-dekeet. Horor banget men. Sebisa mungkin Ai ngerayu Mba Dilla biar dia nggak makin naik darah. Nggak asyik banget kan kalo persahabatan kita yang udah bertaun-taun ini putus gegara masalah rebutan hape. Sumpah, nggak cucok boy.

Ai kipasin Mba Dilla, tuangin minum biar dia mereda. Tuangin minumnya ke gelas lho ya. Bukan ke kepalanya Mba Dilla. Entar Ai pulang tinggal nama kalo gitu.

Akhirnya setelah beberapa saat Mba Dilla udah agak tenang dan mulai cerita tentang mas-mas itu. Habis Mba Dilla cerita, sasaran beralih ke Mba Nur yang dulu sering php cowok. Dulu sih, kalo sekarang nggak. Nggak tau maksudnya.

Ai buka-buka tuh hapenya Mba Nur. Mulai dari line, bbm, dan watsap. Awalnya Mba Nur panik-panik gimana gitu. Mungkin gegara capek habis rebutan sama Mba Dilla, di buka lah sosmed-sosmed itu tanpa perlawanan. Emang banyak sih kontak cowoknya. Hohoho.

Lalu Ai jadi sasaran berikutnya nih. Untung kaga ada yang aneh-aneh. Chat dari si masa lalu udah Ai hapus semua. Dalam hati Ai bersyukur. Aman-aman. Rahasia Ai aman. Kalo terbongkar yakin lah sudah Ai bakal jadi bulan-bulanan.

Makin malem, makin lucu aja obrolan kita. Dari pengalaman dirayu sama agen-agen MLM sampai kejadian lucu di sekitar kampus kayak abang-abang dari MIPA yang jatuh ditabrak motor tapi malah ditinggal ama temennya. Alhamdulillah malam ini berakhir dengan banyak canda dan tawa ^___^

Moral story:
Kalau ada cewek yang lagi berantem, nggak usah ikut-ikutan. Selamatkan saja barang-barang yang ada disekitar mereka, mereka akan bersyukur nantinya.



*nama yang digunakan bukan nama sebenarnya

Kamis, 02 Juni 2016

#01 Catatan Move On: Tak kan Kubiarkan Kalian Memilih

Tiga tahun sudah aku menyukaimu. Tanpa sekalipun kau sadari. Memang itu semua salahku sampai-sampai kau tak mengetahui apapun. Aku terlalu menjaga jarakku, menutupi perasaan ini dengan selimut nyaman bernama pertemanan.

Aku rasa tiga tahun sudah lebih dari cukup. Enough is enough. Ini saatnya aku mengejarmu dan membuka semua tabir perasaanku atau melepaskanmu.

Aku telah memilih.

Untuk melespakanmu.

Alasannya?

Ada orang lain yang menyukaimu lebih dari rasa sukaku padamu. Itu salah satunya. Terlebih pengagum rahasiamu yang lain itu adalah sahabatku dekatku.

Aku tak tertarik dengan persaingan sehat atau omong kosong semacamnya. Karena aku tak ingin memaksanya untuk memilih antara aku atau dirimu. Aku pun enggan membuatmu memilih antara aku dan dirinya.

Biarlah aku mengalah. Karena aku menyayangi kalian berdua lebih dari apapun. Kebahagiaan kalian adalah kebahagiaanku.

Kebahagiaanku?

Itu urusanku.

Aku yakin, aku mampu menemukan bahagia dengan versiku.


Meski tak bersamamu.

Jumat, 27 November 2015

An UnRequited #14

Objectives should be challenging and realistic.
-Management-

A basic concept of objective. Repeated all over the year. But I can’t imprint the simple idea to my mind when I’m pursuing you.
Challenging? Off course!
My heartbeats, the adrenaline burst, and a lot of strategic approach proves it.
Realistic? Mmmm, I think so.
You’re not a bad boy, a devout Muslim, and you’re stay around my resident. I can see you at least once a week. Contacting you via social media was easy.
But, why you made it impossible?
Your bellow-average sensitivity level make my pursue fruitless. 
I wonder, what moves that can passing through your thick head straight to your heart?


Jumat, 31 Januari 2014

Hujan Deres

Hari yang cerah ini, dimana matahari nyembul malu-malu di balik mendung dan suasana sesendu biasanya, temanku dateng. Nato-chan dan Nee-chan. Mereka menghadirkan warna baru pada hidupku yang semakin lama semakin abu-abu ceileh. Well, that's true. Dari mereka, aku dapet inspirasi dan kemauan untuk nulis lagi. Semoga mereka berdua sering-sering main. Jadi blog ini banyak isinya :P 

Aku juga percaya kalo kedatengan tamu itu bawa rezeki. Buktinya sore tadi aku bisa ngobrol sama si Mas *sang An UnRequired itu loooh* :) Dua jam lagi. Yuhuuuu!!!!

Balik lagi ke topik utama. Sebenernya hujan malem ini nggak terlalu deres. Tapi aku, sebagai penduduk desa yang mungkin sedikit alay merasa bahwa ini adalah hujan paling deres musim ini ^^v. Ya~h kalo selama berhari-hari kamu cuma ditemani oleh mendung dan gerimis kecil, pasti perasaanmu sama kaya' perasaanku.

Hujan ini dimulai setelah aku menghilang tanpa pamit pada Mas-nya. Eh, bukan berarti dia kesini. Bisa seneng tujuh hari tujuh malem aku :P Xixixi. Aku cuma menghilang dari chat fb kami. Ini pertama kalinya kami saling nge-chat tanpa ngomongin kuliah atau tugas. Kami ngomongin masalah organisasi hiks, nyesek dah. Dari chat kali ini, aku sadar. Mas-nya nggak sejutek yang kukira. Tapi tetep, dia orang ter-cool yang pernah kukenal ^^

Nah, hujan ini nemenin aku ngelakuin tugas rumahan the only girl. Nyiapin masakan, jadi asisten umum di dapur, makan, dan cuci piring. Baru kali ini aku cepet-cepet ngelakuin semuanya. Ya, nggak lain dan nggak bukan adalah supaya bisa nge-chat mas-nya lagi^^

Pas makan, aku nyeletuk. 'Eh, kok hujannya deres yah?'

Ortuku yang kebetulan lagi nemenin aku makan, langsung teringat sama kasus-kasus banjir yang pernah dateng ke rumah ini. Well, walaupun itu udah 7 tahun silam ortuku jadi mulai was-was. Pasalnya daerah-daerah yang tak pernah terjamah banjir, kebanjiran. Gimana kalo banjir memutuskan untuk bertandang lagi? Pikiran itu berseliweran dalam kepala mereka.

Apa yang kulakukan pada orangtuaku? Euw aku jadi nyesel karena nyeletuk sembarangan >.< Untuk membayar rasa bersalah, aku mengamini do'a-do'a ortuku dengan khidmat.

Da~n, 
Eng, ing, eng... 
Hal yang ngebuat aku buru-buru...
Balasan chat yang kudamba belum juga mampir.
Padahal aku dah nunggu 2 jam
Si Mas-nya lupa kali ya~
 
Uuuuuuh, nyessseeeeek >3<

Jumat, 20 Desember 2013

You Love Me



[Boy’s POV]

Ibu jariku berhenti di atas gambar telepon bewarna hijau. Keraguan lagi-lagi menghinggapi hatiku. Sudah seminggu lebih aku ingin menelponmu. Tapi tarik ulur yang dilakukan hati dan otakku selalu membuatku mundur.