Jumat, 20 Desember 2013

You Love Me



[Boy’s POV]

Ibu jariku berhenti di atas gambar telepon bewarna hijau. Keraguan lagi-lagi menghinggapi hatiku. Sudah seminggu lebih aku ingin menelponmu. Tapi tarik ulur yang dilakukan hati dan otakku selalu membuatku mundur. 

Minggu, 15 Desember 2013

An Un-Requited #12

Aku ingin belajar menyukaimu dengan sederhana...
Tanpa resiko terluka
Tanpa angan untuk bersama
Tanpa keinginan untuk bertatap muka
Apalagi bercengkerama
Cukup dengan membiarkan rindu mengalir lewat doa

Walau begitu, perut ini masih bereaksi tiap teringat
Usus ini serasa terbelit saat namamu terucap

Allah, semoga rasa ini tak membuatku menjauh
Semoga aku bisa menyikapi rasa ini dengan baik
Amiiin

^_____^

Kamis, 12 Desember 2013

Kode



“Aku nggak cukup ya buat kamu?” dia menatapku dengan pandangan sayu.

Kucoba berhenti untuk berpikir yang tidak-tidak. Mengabaikan sedikit ekspresi sedih yang ada di matanya. “Kenapa tiba-tiba tanya kaya’ gitu?”

“Kamu selalu nyapa mereka dengan senyum. Kamu ngomong sama mereka pake’ nada lembut. Bahkan, kadang-kadang ada kesan manja. Emoticon yang kamu kirim tiap sms-mu se-alay yang kamu kirimin ke aku.” Ia menghela napas. Seakan hidupnya bertambah berat berkali-kali lipat. “Sepertinya, kedudukanku dengan mereka di hatimu sama.”

“Kenapa kamu pikir kalau kamu itu seharusnya beda?”

An Un-Requited #11



11 December 2013

Tak bisa kupercaya. Setelah 3 tahun penuh vakum dari dunia persepakbolaan, aku kembali ke lapangan. Memang sih, aku bukan pemain yang hebat. Tapi paling tidak, aku tak takut pada bola yang datang dan aku bisa men ggiringnya. Untuk memasukkan sebuah bola ke gawang, aku belum sampai ke level itu. 

So, sore ini aku bermain futsal. Mewakili angkatanku. Manajemen 2013. Melawan kakak tingkat angkatan 2010. Bayangkan! Betapa groginya aku. Melawan kakak yang sudah berpengalaman, di babak final pula! Untunglah teman-teman satu timku bisa diandalkan. Jadilah, kami memenangi pertandingan sore ini. Alhamdulillah  ^____^

Dan kau bisa menebak. Mataku mencari-cari sosokmu di antara para penonton. Sepercik harapan untuk merasakan keberadaanmu kusimpan sampai akhir. Entah mendapatimu di bangku penonton, di jendela sekre, maupun di jendela mushola. Aku benar-benar bertemu dirimu sore ini. 

Seperti biasa, takdir ingin bermain denganku. Sampai peluit pertandingan berakhir, kau tetap tak memunculkan diri. Ha~h, apa aku harus mengirim undangan dulu sebelum bertemu denganmu?

Bukannya aku ingin pamer kalau aku bisa main futsal. Aku hanya ingin kau tahu beberapa hal lebih banyak tentangku. Dan siapa tahu, kau mau mengajariku teknik futsal yang benar ^^

Lebih-lebih kalau kau mau bermain denganku… Aku pasti bahagia (°°)  

Senin, 09 Desember 2013

An Un-Requited #10

-____-
Setiap kali pertanyaan tak penting yang kukeluarkan,
selalu kau balas dengan emot itu. Ada hubungan apa antara kau dan emoticon di atas?
Sepertinya kalian mesra sekali =3=
Membuatku cemburu.

Itukah satu-satunya emoticon yang kau punya?
Apakah kau semalas itu untuk mengetik emoticon lain?
Atau itulah emoticon yang kau berikan pada semua orang yang tak penting?
Seperti aku...

Minggu, 08 Desember 2013

An Un-Requited #09


Di pojok kanan, namamu terpampang.
Aku tahu, kau sedang online.
Hampir setiap waktu aku membuka facebook,
kau juga sedang membukanya.
Aku ingin tahu,
Apa yang kau lakukan?
Apakah kau sedang menanti chat dari seseorang?
Seperti aku menanti chat darimu.
Atau kau sedang mengobrak-abrik catatan seseorang?
Seperti yang biasa kulakukan pada catatanmu.

Aku memikirkanmu hampir setiap waktu.
Tapi aku tak sanggup untuk memencet namamu
dan memulai sebuah percakapan.
Jangankan percakapan, menanyakan kabar pun aku tak berani.
Karena aku tahu kau tak akan membalasnya.
Karena kau tak pernah mengacuhkanku.
Karena aku bukan apa-apamu...

Padahal, aku merindukanmu...

An Un-Requited #08

Tugas kita sudah selesai.
Aku tak lagi bisa mengganggumu.
Aku tak punya alasan untuk meminta bantuanmu.
Tak ada cara untuk menyampaikan rasa rinduku...

An Un-Requited #07

Event yang telah kita siapakan bersama yang lain tiba juga.
Dengan gugup dan khawatir, aku menyiapkan apa-apa yang kubutuhkan.
Kau juga ada disampingku. Mengajarkan apa pun yang ingin kuketahui.
Menepati janjimu untuk membantuku.
Membantu hingga akhir...
Kau pasti juga tak tahu, betapa berterima kasihnya aku.
Kau selalu disampingku.
Dari awal, hingga akhir.
Terima kasih banyak...

An Un-Requited #06

Sehari sebelum event itu terlaksana, kita bertemu lagi.
Aku dengan wajah lelahku dan kau dengan wajah cuekmu.
Aku memberanikan diri untuk berbicara denganmu, meminta bantuanmu.
Dan kau membantuku. Tanpa mengeluh.
Walau kau masih tidak menatapku, aku sangat senang.
Kali ini, aku tak lagi merasa tercabik.
Apakah aku mulai menerima sikapmu yang dingin?
Barangkali aku sedikit memahamimu?
Ataukah hati ini telah terbiasa denganmu yang acuh tak acuh?
Entahlah, yang kutahu... Aku bahagia...

An Un-Requited #05

Sejak kejadian yang menyakitkan itu, aku berubah.
Aku tak lagi mengganngumu setiap saat.
Hanya sms biasa yang kukirimkan.
Datar. Tanpa emoticon.
Mungkin kau tak menyadarinya.
Karena, aku bukan lah apa-apa.
Hanya pengganggu yang menambah runyam duniamu.
Mungkinkah kau merasa lega saat itu?

An Un-Required #04

Untuk ketiga kalinya, kau bicara langsung padaku.
Seperti yang lalu, tanpa menatapku.
Mengucapkan kata-kata sehemat mungkin.
Seperlunya dan pergi.

Bagaimana bisa kalimat yang kurang dari sepuluh kata mencabik hatiku?
Padahal, kata-kata itu bukan lah kata-kata yang kasar.
Nadanya pun biasa. Tanpa penekanan apa pun.
Tapi rasanya, aku ingin menangis setelah mendengarnya.
Menangis sebanyak yang kubisa. Hingga rasa sakit dalam hati ini menghilang.
Tapi yang kulakukan hanya terdiam. Menahan luka yang menganga.


An Un-Requited #03

Kau berada dua kursi jauhnya dariku.
Sudut mataku menangkap bayanganmu dengan jelas.
Pandanganmu berkali-kali melewatiku.
Tapi kau tak menyadari keberadaanku. Sama sekali.
Se-invisible itu kah diriku bagimu?

Tak tahukah kau?
Mengapa aku tak memandangmu?
Mengapa aku tak menyapamu?
Mengapa aku tak mendekatimu?
Karena aku takut, rasa yang masih labil ini kau ketahui.
Karena aku takut, mata yang tak bisa berbohong ini mengatakan padamu rasa rinduku.
Karena aku takut, suaraku akan berkhianat dan memberi tahu bahwa
aku sangat senang bertemu dengamu.
Karena aku takut, tubuh ini memelukmu begitu aku mendekatimu.
Aku takut...

An Un-Requited #02

Sore itu, kau mengajakku untuk bertemu.
Entah mengapa, aku merasa senang.
Akhirnya setelah berkali-kali menolak ajakanku, kau mau juga bertemu denganku.
Mengadakan kontak langsung yang pertama kalinya.
Bukan lagi lewat sms maupun e-mail.

Sepuluh menit.
Setengah jam.
Satu jam.
Satu jam setengah.
Tak terhitung berapa kali aku menengok ke arah pintu.
Kau tak juga muncul.
Sms-ku tak kau balas.
Teleponku tak kau angkat.
Sampai-sampai, aku khawatir kalau hape-mu mati karena misscall-ku.
Tak tahukah engakau?
Perutku berputar-putar mengkhawatirkanmu.
Pikiranku tak lagi jernih.
Aku bertanya-tanya.
Kenapa kau tak muncul?
Apa yang terjadi padamu?

Dan lagi-lagi, hanya aku yang berpikir terlalu jauh.
Satu-satunya orang yang khawatir.
Orang bodoh yang khawatir.
Karena ternyata, kau tak peduli.